Hak dan Kewajiban suatu Negara harus terpenuhi secara seimbang baik dari warga Negara ke Negara dan sebaliknya. Jika hak dan kewajiban berjalan berat sebelah, maka akan timbul perkelahian, pertikaian, dan hilangnya kedamaian dalam suatu Negara. Dalam hal ini, saya akan berpendapat dengan konteks pelanggaran terhadap hak Warga Negara Indonesia. Adapun beberapa hak warga Negara sebagai berikut.
Hak Warga Negara Indonesia :
1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak :
“Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
2. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan:
“setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.”(pasal 28A).
3. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah (pasal 28B ayat 1).
4. Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan Berkembang”
5. Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan
berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya
demi
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan
hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
6. Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
7. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta
perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat
1).
8. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum,
dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat
1).
Dari yang sudah diketahui diatas, perlu diketahui
bahwa hak warga Negara harus ditegakkan secara bijak dan diberi sanksi ika
melanggarnya. Saya mengambil beberapa kasus yang berkaitan dengan pelanggaran
hak warga Negara. Diantaranya adalah persoalan hukuman mati dan penggusuran
rumah.
Hukuman
mati
Salah satu kasus yang terkait yaitu tentang “Hukuman Mati Terhadap 6 Terpidana Narkoba”
yang salah satu anggotanya adalah warga Negara Indonesia, kasus itu terjadi Kamis
(15/1) sebulan lalu. Dalam kasus ini ada beberapa badan yang kontra terhadap
sanksi hukuman mati tersebut yang mengatakan bahwa pemerintah telah melanggar
hak asasi manusia dalam hal hak asasi untuk hidup dan juga pemerintahan hari
ini melihat konsep hak asasi manusia setengah-setengah. Tidak melihat bagaimana
hak atas hidup itu sebagai sesuatu yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan
apapun.
Hukuman mati menjadi suatu hal yang masih
dipertanyakan tentang keputusannya. Banyak pihak yang pro dan kontra dalam hal
ini. Seharusnya hal ini sudah mendapat jawaban atas perubahan UUD 1945. Dalam konteks hukuman mati kita sesungguhnya bicara
tentang hak-hak asasi manusia yang dalam UUD 1945 setelah perubahan masuk dalam
Bab XA. Pasal 28A dengan eksplisit mengatakan: “Setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Namun sampai sekarang
hukuman mati masih menjadi hal yang kontroversi di Negara ini.
Menurut saya mengapa tidak
pemerintah lebih tegas dan segeranya memutuskan tentang hal ini dengan
berpedoman pada Undang-Undang Dasar 1945 dan pedoman-pedoman lainnya serta atas
dasar agama yang dianut oleh Negara Indonesia, lalu disesuaikan dengan
kasus-kasus yang terjadi secara bijaksana.
Penggusuran Rumah
“Puluhan Warga Taman Sari Datangi Ahok, Minta Tidak
Digusur” 23 Februari 2015. Itulah salah satu berita
tentang penggusuran rumah yang terkait dengan hak asasi manusia dalam hal
mendapatkan hak penghidupan yang layak. Salah satu warga Pinangsia, Taman Sari,
Jakarta Barat yang melaporkan kepada Pak Ahok itu mengungkapkan keluh kesahnya
terhadap kedatangan Satpol PP yang akan menggusur kediaman warga sedangkan
mereka belum diberikan atau direlokasikan ke rumah susun. Menanggapi hal
tersebut, pak Ahok langsung mengadakan sidang dengan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD). Dan penggusuran di daerah tersebut ditunda.
Penggusuran rumah dikaitkan dengan hak asasi
manusia karena warga Negara Indonesia berhak mendapatkan kehidupan yang layak
dan mendapatkan perlindungan dari negara. Rumah adalah tempat berlindung dan
tempat berbagai segala aktifitas didalamnya mulai dari anak-anak sampe orang
dewasa dalam satu ikatan keluarga.
Selain itu, sebulan lalu saya bersama dengan
Forum Komunikasi Mahasiswa Arsitektur Jakarta (MAJ) mengadakan survey ke Muara
Angke, Jakarta Utara dan mewawancarai beberapa warga disana tentang keadaan
warga dan lingkungan disana. Info yang saya dapatkan dari salah satu warga
adalah akan dilakukannya penggusuran rumah warga di beberapa titik Muara Angke
yang akan dijadikan sebagai fasilitas pelabuhan dan pelelangan ikan. Warga
mengaku resah karena warga yang terkena gusur belum dipindahkan ke rumah susun,
bahkan rumah susunnya pun belum disediakan. Mereka pasrah dan tidak bisa
menyangkal keputusan tersebut dikarenakan mereka menyadari bahwa tanah yang
mereka tempati bukanlah tanah milik mereka pribadi. Dan mereka masih menunggu
dan belum mendapat informasi selanjutnya tentang rencana relokasi warga yang
terkena penggusuran. Itulah informasi yang saya dapatkan dari salah satu warga
disana yang terkena penggusuran.
Dari beberapa berita yang saya dapatkan, saya
berpendapat bahwa upaya pemerintah dalam melakukan kebijakan tata ruang kota
sangatlah baik tetapi masih kurang dalam mempersiapkannya seperti rumah susun
untuk para warga yang terkena penggusuran. Ada baiknya pemerintah merencanakannya
secara matang terlebih dahulu demi kelancaran penggusuran rumah.
Dari beberapa berita yang saya dapatkan, saya
menyimpulkan bahwa pemerintah sudah berusaha dan berupaya membawa Indonesia
menjadi lebih baik lagi tetapi terkadang masih kurang dalam peneggakan hukum
secara bijaksana tepatnya dalam konteks Hak Warga Negara. Di sisi lain perlu
adanya kesadaran masyarakat untuk mematuhi segala peraturan yang ada di Negara Indonesia
demi kemajuan Indonesia Merdeka.
Daftar Pustaka:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar