Bel istirahat berbunyi,
aku tidak seperti anak-anak yang lain langsung berhamburan ke kantin melainkan
langsung menuju sebuah taman sekolah dan duduk disana, di bawah sebuah pohon
yang rindang dengan rumput yang hijau serta angin sepoi-sepoi yang menggerakkan
helai demi helai rambut panjangku, bersenandung sambil menikmati suasana
sekolah, suasana yang asik yang membuatku selalu terbawa dalam
khayalan-khayalan tak menentu. Tidak hanya aku yang suka duduk disana, banyak siswa-siswi
lain yang duduk disana sekedar untuk bercengkrama dengan sobat-sobatnya.
Aku, panggilah aku
dengan sebutan Alisa, seorang siswi SMAN 1 Sukajagung yang memiliki tinggi 162
cm, berambut hitam ikal panjang, berkulit kuning langsat, mempunyai senyum yang
manis, baik, photograph and music addiction. Setelah mendeskripsikan diriku
pasti kalian berpikir aku wanita yang sangat cantik, iya kan? haha sebenarnya
sih iya tetapi aku orang yang rendah hati, seperti kalian tahu bahwa di dunia
ini nggak ada manusia yang perfect dan pasti memiliki kekurangan baik dari sisi
sifat, sikap, maupun fisik. Aku, aku memang mempunyai kekurangan dan itu yang
selalu membuatku termenung akan kekuranganku oleh karena itu aku suka berkhayal
menjadi orang yang jenius dalam menempuh kehidupan. Tak perlu kujelaskan
kekuranganku dengan berterus terang karena aku malu, setelah kalian membaca
cerita ini kalian akan tahu kekuranganku.
“Kriiiiiiiing...
kriiiiiing....”, bel masuk kelas pun berbunyi dan bertanda aku harus bertemu
sesosok wanita gemuk dengan rambut keriting pendek dan suara lantang di kelas,
Ibu Yoki. Teman-teman kelasku sering memanggil guru itu dengan sebutan
“algojo”, dia memang salah satu guru fisika yang tergalak. Kalau berbicara
tidak bisa bersuara lembut mungkin karena terbawa oleh logat batak nya. Bu Yoki
pun masuk kelas dan anak-anak langsung mengucapkan salam dengan terpampang
wajah menegangkan.
“Selamat pagi, hari ini ibu akan membacakan
nilai ulangan harian kedua kalian. Shuuut up!!! Jangan ada yang ngobrol, dengarkan
baik-baik!”, ucap bu Yoki. Anak-anak pun langsung terdiam dan siap mendengarkan
nilai yang disebutkan dari absen pertama sampai akhir. Walaupun namaku Alisa
bukan berarti absenku berada diurutan pertama melainkan absen terakhir yaitu
Zahra Alisa Widyodiningrat. Aku pun optimis mendapatkan nilai bagus karena
nilai-nilai diatas nomer absenku melampaui nilai standar. Teman-temanku pun
menunjukan wajah ceria karena nilainya bagus sedangkan aku masih menunggu
penyebutan absen terakhir. Jauh dari yang aku kira, aku mendapat nilai 5,0 dan aku
harus mengikuti remedial. Ternyata tidak hanya aku yang di remedial, Fares pun
mendapat nilai 7,4 kurang satu point untuk mencapai nilai standar. Dan kami pun
diperintahkan membuat soal-soal serta pembahasan tentang bab. Gelombang dengan
di print out dan diserahkan minggu depan. Fares, dia sahabat terdekatku selama
6 tahun kebelakang dan aku sekelas sama dia, Fares cowok yang suka banget sama
design art, basket, musik dan dia mempunyai rambut keriting tapi berkulit hitam
manis. Dan dia orangnya asyik kalo diajak buat curhat. Sepulang sekolah aku dan
Fares pun membicarakan dimana harus menyelesaikan tugas fisika. Akhirnya dia
mengambil keputusan mengerjakan di rumahku karena laptop dia lagi dibawa bokapnya.
Aku pun diboncengi motornya sampai rumah dengan wajah yang lelah dan mulai mengerjakan
tugas secara seksama pada sore itu di ruang tengah. Pukul 20.00 malam, karena tugas yang amat
sulit aku pun capek tanpa sengaja
tertidur dengan kepala diatas meja, dan Fares pun melanjutkan tugasnya tanpa
membanguni aku. Selang waktu beberapa jam, Aku pun tiba-tiba terbangun dan
ternyata aku sedang berada diatas sofa dengan sebuah selimut dan meja sehabis
mengerjakan tugas terlihat rapih, dengan wajah yang panik aku pun langsung
bergegas keluar rumah untuk mencari Fares. Ternyata yang ada hanya suara
jangkrik dari taman, tanpa ku sadari ketika aku melihat jam menunjukan pukul
03.00 pagi. Aku pun terdiam merasa bersalah kepada Fares yang telah
menyelesaikan tugasku. Terlihat diatas meja selembar kertas bertuliskan
“Tugasnya udah gue selesaiin, lain kali kalo capek gausah ngerjain tugas!
Fares”. Aku pun tersenyum karena senang tugasku terselesaikan, besok aku janji
buat minta maaf ke Fares dan berterima kasih atas balas jasanya. Di pagi prematur, aku pun menuju
kamar dan melanjutkan tidurku.
Alarm
berdering, berusaha tuk menggapainya dan mematikan bunyinya. Aku pun bangun dan
bersiap-siap berangkat ke sekolah. di
ruang makan papa, mamah, dan adikku Chacha yang baru kelas 5 SD sedang sarapan. Aku pun sarapan dan duduk di
samping mamah.
“Sa,
kamu gimana sih semalem Fares ngerjain tugas sendirian eh kamunya malah asik
tidur”, ucap mamah.
“Iya ma, aku tuh kecapean terus ga sengaja
tidur deh. Kenapa Fares ga bangunin aku?”, sahutku.
“padahal mamah udah suruh bangunin kamu, eh
kata Fares gausah kasian kamu kecapean”, jawab mamah.
Aku pun terdiam, benar-benar Fares itu
sahabat aku yang paling baik.
“ Ga
sia-sia aku punya sahabat yang perhatian kaya dia”, sambungku dalam hati sambil
tersenyum malu ke hadapan nasi goreng.
“Kenapa kamu sa?”, tanya mamah membuyarkan
pikiranku.
“hmm, gapapa ko mah aku cuma seneng aja
tugas aku diselesain dia”, jawabku.
“ehem, yang bener? Masa sampai
senyum-senyum begitu”, ledek papa.
“huh, beneran ko. Kenapa sih pada ga
percaya? Emang ada yang aneh ya sama aku?”, tegasku.
“ciyus ah? Miapa? sekarang kakak udah genit
ya pantes jerawatnya tumbuh satu”, ujar adikku meledek tertawa lebar.
“iiiiiih, apaan sih kamu dek huuh “, ucapku
kesal.
“haha, sa kalo ga ada yang aneh sama kamu
juga kita ga akan ngeledek kamu. Lagian kan emang dari dulu kamu suka sama
Fares? Emang belum bisa move on?”, tanya mamah yang membuatku tidak nafsu
sarapan.
“Mamaaaaa, jangan ungkit-ungkit tentang
suka menyuka deh mah. Aku kan sama Fares sahabatan aja”, jawabku.
“tapi masih suka kaaan?”, tanya mamah
meyakinkan.
“Ya ampuuun, aku lupa hari ini aku piket.
Aku berangkat dulu ya mah, pa, Cha”. Jawabku untuk menghindar dari pertanyaan
mamah sambil berpamitan.
Aku
pun berjalan menuju ke jalan raya untuk bisa naik angkot. Keluargaku memang
termasuk keluarga yang sederhana makanya aku tidak seperti yang lain pergi
sekolah dengan mengendarai sepeda motor, mobil, dll melainkan naik becak. Di
tengah jalan menuju ke jalan raya, tiba-tiba...
“Sa,
mau nebeng ga?”, seorang cowok berbicara dibelakangku dengan mengendarai motor
Tiger.
Aku pun terdiam dan cowok itu membuka
helmnya, ternyata dia Adit . Adit satu sekolah denganku, terkadang aku
berangkat bareng dia kalo bertemu dijalan.
“wah, ga bakal nolak gue dit daripada gue
jalan cape-capein haha”, jawabku sambil tertawa dan adit pun ikut tertawa.
Sesampainya
di sekolah, aku pun dengan semangat masuk kelas entah apa yang membuatku
semangat hari ini. Ku ambil sapu dan mulai membersihkan kelas karena piket dan
tanpa sengaja tanganku terkena tanah ketika mengangkat pot bunga, aku pun
berjalan menuju wastafel sambil berusaha
membersihkan tanganku dengan tissue. Ketika sedang berjalan di lorong-lorong
kelas...
“Aaaaw”, ucapku saat terjatuh.
“Maaf, makanya kalo jalan jangan nunduk
aja”, kata seseorang yang menabrakku.
“emangnya lo ga liat apa di depan lo adaa.....”,
aku pun mengangkat kepalaku dan melongo yang ternyata itu Fares. Fares pun
heran dan langsung membantu aku bangun.
“eh hm, maaf Fares gue yang salah jalan
pake nunduk”, ucapku takut Fares marah.
“iya iya gue maafin, yah tangan gue jadi
ikutan kotor kan tuh”, keluh Fares.
“yaudah ayok cuci tangan”, aku pun menarik
Fares ke wastafel.
Di
lorong sekolah aku meminta maaf atas kejadian semalem dan berterima kasih
karena sudah berkorban menyelesain tugasku.
“hmm...Res.. “, mulaiku.
“ape si?”, jawab fares
“hehe gue minta maaf ya res semalem gue
ketiduran terus gue juga mau terima kasih sama lo udah nyelesaiin tugas
fisikanya”, mohonku tersenyum dihadapannya yang berwajah datar.
Setelah loading
beberapa menit Fares pun hanya tersenyum dan berjalan melewatiku.
Aku pun berusaha mengejarnya dan berdiri
dihadapannya lagi..
“Gue tau res gue salah! sangat merasa bersalah,
maafin gueeee please!”, kataku sambil bermuka kasihan. Bener-bener Fares itu
cowok yang sok jual mahalnya udah akut, aku minta maaf eh dia malah ga jawab
terus langsung jalan gitu aja, dikira angin kali ya nasib ya nasib. Kesal ku
pun tak ketulungan, sebelum Fares berjalan jauh aku bergegas menarik lengan
bajunya dengan semangat membara. Tiba-tiba...
*sreeeeeet.....*
Oh my good, benar-benar baik ternyata
lengan bajunya robek. Tanpa berpikir panjang aku langsung sedih ingin menangis.
Satu masalah belum selesai eh masalah baru aku produksi lagi.
“today was the Badday”, ucapku berbisik.
Sentakku, “yaaaah, Fares maafin gue. Tapi
gue tau ko lo pasti gamau maafin gue, terserah lo mau maafin gue atau nggak
tapi lo harus maafin gue”. Fares hanya mendatar bingung dengan omonganku dan
berjalan menuju ke kelas tanpa berkata sepatah pun kepadaku dan aku mengikuti
dibelakangnya yang sesekali Fares menengok ke aku. Sepanjang perjalanan ke
kelas Fares hanya terdiam, tapi ku anggap dia sakit gigi. Seharian di sekolah
Fares diemin aku, tentunya sepi banget biasanya disaat jam kosong dia yang
selalu temenin aku, aku pun menyendiri di kantin sekolah dan teringat flashback
ke 2 hari yang lalu sewaktu aku hunting bareng Fares di padang alang-alang,
saat penuh canda tawa, saat dimana ngumpulin belalang yang paling banyak dialah
yang menang, disaat dia membuatkanku bandana dari alang-alang. Ketika dia
menyuapkan bekelku ke mulutku. Itu semua satu dari banyak kenanganku bersama
dia selama 6 tahun ini. Termenung ku di bangku kantin sekolah dengan sekotak
teh...
“sebelumnya Fares ga pernah semarah ini,
kalaupun aku salah dia pasti langsung bilang “lupakan” tapi sekarang dia tak
berkata sedikit pun”, kataku bersedih dihati. Aku bingung tak menentu, banyak
temanku tapi tak ada yang bisa menghilangkan sepinya ini. Oh ya Aku dan Fares
sama-sama menyukai fotografi dan musik.
_____
oOo ______
Hujan
pun turun, termenungku lagi duduk di belakang di jendela kamar menatap air yang
jatuh dari sehelai daun. Kuingat liburan
sudah di depan mata..
“kalo Fares masih gamau bicara sama aku
pasti liburan jadi sepi deh”, dalam hatiku yang sedih.
“eheem, kenapa anak mama galau nih?”,
tiba-tiba mama masuk kamar.
“itu ma, masa Fares marah sama aku”, jelasku.
“loh? Marah kenapa? Mama bilang mamanya
Fares ya biar dia baik lagi sama kamu”, ucap mamaku.
Keluargaku sama keluarga Fares memang
sangat akrab dan saling mengenal.
“jangan ma, jangan bilang mamanya
Fares....”, pintaku.
*terdiam
sejenak*
“aku ngerobek
bajunya Fares maaa, terus Fares gamau ngomong sama aku nanti pasti liburan jadi
sepi”, sahutku.
“oh hahaha
yaudah jangan dipikirin, mungkin dia lagi ngerjain kamu sekarang kan tanggal 1
April”, hibur mamah.
“ya ampun, aku
baru inget ini april mop. Hahaha, dasar tuh anak mau ngerjain aku”, sadarku.
“yaudah sekarang
jangan sedih lagi ya, mama mau nyusun bunga plastik dulu”, kata mama dan dia
keluar dari kamarku.
Aku pun lega
karena Fares berniat mau ngerjain aku, tapi kutunggu sampai malam tidak ada sms
dari dia. Aku ragu apa dia beneran marah atau ngerjain aku... aku pun
menghembuskan nafas dan tidur.
Libur telah
tiba, seperti yang dikatakan penyanyi cilik Tasya. Keluargaku sudah
merencanakan untuk berlibur ke sebuah village di bawah kaki gunung Sumbing.
Kami pun pergi kesana tapi kali ini Fares tidak ikut, dia masih tak mau bicara
denganku.
“liburan kali
ini terasa beda”, kataku yang duduk di bangku tengah mobil.
Mama dan papa
hanya tersenyum, entah mengapa mereka tidak bisa merasakan sedihnya aku. Lama
perjalanan akhirnya sampai juga di villa, aku turun dari mobil dan berkeliling
melihat suasana dengan kamera mengalungiku. Villa yang asli dengan bentuk rumah
di pedesaan dengan berbahan kayu, besar, bertingkat, terlihat seperti rumah tua
karena sudah berdebu dan tangga yang berbunyi saat kupijak, dari teras lantai
atas villa itu hanya terlihat hamparan pohon teh yang indah dikelilingi
pegunungan yang membuat hijaunya mata ini. Dengan suasana yang sepi jauh dari
kota dan angin yang berhembus membangunkan bulu kudukku. Ku pegang kamera dan
mulai mengambil gambar di suasana seperti villa tua. Saat ku berjalan turun
tangga dan ingin menuju ke teras depan, mataku melihat ada bayangan hitam yang berlari di dapur, aku penasaran dan
menuju ke dapur dengan perlahan, ketika tiba di dapur yang cukup berdebu aku
melihat sekeliling dan tidak ada orang atau apapun. Lalu aku pun melupakan hal
itu dan langsung menuju teras. Aku membantu ibu dan ayah mengangkut
barang-barang ke dalam rumah. Entah darimana orang tuaku bisa menyewa villa di
pedalaman seperti ini.
Setelah merapihkan semuanya ke dalam
villa, aku dan adikku mandi dan berkeliling ke luar sekitar villa dengan kamera
ditanganku. Seketika berjalan di tengah hamparan pohon teh, adikku berkata...
“ka, tadi pas
aku mau keluar rumah aku lihat bayangan hitam lagi duduk di ruang tengah”,
ucapnya.
“ha? Kamu lihat
juga?”, tak yakinku.
“iya ka, kakak
lihat?”, tanyanya balik.
“iya, kakak
lihat itu bayangan di dapur tapi pas kakak lihat ke dapur ga ada apa-apa”,
jelasku.
“jangan-jangan..............”,
ucap aku dan adikku bersama saling menatap mata keduanya.
“aaaaaa..... aku
takut ka, aku gamau ke villa itu lagi”, kata adikku.
“eh, jangan gitu
lah. Nanti malem kamu bobo sama kakak ya”, ucapku.
“hmmm, iya ka”,
jawab adikku dengan wajah takut.
Di lain hal saat aku dan adikku
jalan-jalan, Fares datang ke villa yang aku sewa, dia datang dengan keluarganya
tanpa aku ketahui, Fares pun menginap juga disana tapi aku sama sekali tidak
tahu.
Malam pun tiba, aku dan keluargaku
makan malam ditaman depan villa dengan membakar ikan, ayam, sosis dan lain
sebagainya. Tanganku terhenti saat sedang membalik sosis yang sedang aku bakar
ketika melihat keluarganya Fares.
“loh, tante
kapan dateng? Ko aku gatau sih?”, tanyaku sambil bersalaman dengan ibunya
fares.
“iya, tadi tante
dateng waktu kamu lagi jalan-jalan sama adikkamu”, jawabnya.
“terus Fares
ikut tan?”, tanyaku dan berharap dia ikut untuk bisa bermain bersama.
“hmm, iya dong
kan mau main sama kamu”, jawab tante sedikit php (*pemberi harapan palsu)
“terus Faresmya
mana?”, tanyaku meyakinkan.
“ada ko, dikamar
atas. Kamu panggil dia deh biar kita makan bareng-bareng”, suruh ibunya Fares.
“hmm, iya tante
aku samperin Fares ya”. Jawabku.
Aku pun berjalan ke dalam villa untuk
menjemput Fares. Dengan suasana villa yang cukup gelap hanya dengan lampu-lampu
yang redup mewarnai seluruh ruangan villa itu. Aku pun naik ke lantai atas
dengan penuh harapan bayangan hitam tidak menunjukan dirinya. Dengan tanpa
sadar aku sudah didepan sebuah pintu kamar, aku mengetuknya
“tok..tok...”
Ternyata
pintunya sedikit terbuka dan tidak terkunci. Aku panggil....
“Fares........
Fares........?”, sapaku di depan pintu.
Tetapi aku mulai
merasa ada kejanggalan, tidak ada yang menjawab dari dalam kamar. Ku kira Fares
masih marah sama aku makanya dia gamau bicara sedikit pun sama aku. Ku buka
perlahan pintu itu sambil memanggil...
“Faaarr..............
aaaaaaaaaaa!”, kejutku.
Ternyata dikamar
itu tidak ada Fares yang ada banyak bayangan hitam seisi ruangan itu. Aku kaget
aku takut dan aku berteriak sekencang-kencangnya dan langsung berlagi menuruni
tangga sambil berlari. Dan ku lihat dibelakangku banyak bayangan hitam mengejarku,
aku terus berlari, berlari dan berteriak hingga aku sampai di teras depan dan
langsung menuju taman dimana tempat keluargaku berkumpul. Semua orang yang ada
ditaman melihat heran kepadaku.
“kenapa kamu
sa?”, tanya mamaku.
“itu ma, banyak
bayangan hitam mengejarku”, jelasku dengan jantung yang masih berdebar kencang.
“bayangan?
Mungkin kamu salah lihat sa. Fares mana?”, ujar mamaku.
Semua orang yang
ditaman mendekatiku.
“ga ada Fares
ma, yang ada hanya bayangan hitam di seisi kamar”, meyakinkan mama.
Dan kulihat
Fares sedang berjalan dari samping villa.
“itu Fares”,
kataku.
Semua orang
tertuju kepada Fares. Dia pun bingung dan langsung bertanya,
“ada apaan nih?”
“heh, lo ye gue cari ke lantai atas sampe-sampe gue dikejar sama setan terus lo
seenaknya jalan dari samping villa dengan sedamai mungkin terus tiba disini lo
bilang ada apa. Heuh gondok tau ga!”, kesalku kuungkapkan semua.
“loh loh ngapain
lo nyamperin gue? Ada lagi setan, masih ada apa 2012?”, ledeknya sambil
tertawa.
“ kalo lo ga
percaya ayo ikut gue”, ku tarik tangan Fares biar dia percaya.
Aku masuk ke dalam villa, dengan rasa
takut aku menaiki tangga dengan memegang tangan Fares dan kutunjukkan suatu
kamar yang dimana berisi bayangan hitam.
“nih lo liat”,
ucapku sambil membuka pintu kamar.
Dan ternyata
disana tidak ada apa-apa yang ada hanya kasur tua dan lemari yang berdebu.
“mana? Katanya
ada setan? Boong aja lo biar gue mau maafin elo”, kata Fares sambil menatapku
di depan kamar.
Seketika itu
tiba-tiba di belakang Fares seorang bayangan menangkap Fares. Aku terkejut dan
langsung menarik kaki Fares.....
“aaaaaaaa, sa
tolongin gue!!! Gue percaya apa kata lo! Lepasin gue!!!!”
“ gue berusaha
pegang kaki lo res, tapi bayangannya dekap lo kenceng banget”, kataku.
“tolongiiiiiiiiiin
gue saaaaaa!”, pintanya sambil nangis.
Dengan agak
cepat bayangan itu membawa Fares ke suatu kamar lain yang isinya banyak
banyangan hitam, seketika di depan pintu kamar tersebut, ideku mengatakan
matikan sakelar. Aku pun bergegas mencari sakelar dan langsung ku matikan
lampunya. Gelap semua dan bayangan itu hilang semua dan syukurnya Fares masih
selamat dan dia langsung memelukku dan berkata,
“terima kasih ya
sa, kalo ga ada kamu mungkin aku tertelan oleh mereka”, kata Fares.
“iya res,
sekarang lebih baik kita turun dan nyamperin keluarga kita untuk pindah villa”,
saranku.
Kami pun turun
tangga dan tanpa disangka dilantai bawah sudah bersiap banyak bayangan hitam di
dalam ruangan dan lampu masih menyala. Aku dan Fares ketakutan sambil mengatur
strategi yaitu Fares sebagai pengalih perhatian dan aku yang akan mematikan
sakelar.
“1...2.....3......
ayo turun”, aku dan Fares turun dan Fares langsung berlari keliling dalam
rumah, lalu aku mencari sakelar. Dan ku temukan sakelar, saat ku ingin
mematikan sakelar tiba-tiba kakiku ditarik dengan seorang bayangan hitan
dibelakangku, aku berusaha memegang kaki meja sekuat mugkin dan menjangkau
sakelar yang bersentuhan dengan ujung jariku. Kukuatkan tanganku memegang kaki
meja dan sementara Fares hampir kelelahan berlari. Aku berusaha tatapan mataku
tajam ke arah sakelar dengan bayangan hitam yang menarik-natik kakiku, dan
akhirnyaaaaaa....
“ALHAMDULILLAAAAAAH........”,
kata aku dan Fares secara bersamaan sewaktu lampu mati. Aku dan Fares pun
bergegas keluar rumah dan langsung ke taman. Semua orang yang di taman langsung
tertuju pada kami. Melihat kami dengan wajah pucat, berkeringat dingin.
“kamu kenapa
lagi nak?”, tanya ibunya Fares.
“bu, sebaiknya
kita pindah villa malam ini. Besok baru kita ambil barang-barang kita tapi minta
ditemani oleh yang punya villa ini”, saran Fares.
“kenapa?”, ibu
bertanya sambil melihat villa yang semua ruangan gelap.
Aku dan Fares
pun menceritakan semuanya, dan mereka percaya.
Esoknya kami mengunjungi pemilik villa
itu dan menceritakan kejadian semalam, dan ternyata dia bilang pernah ada
kejadian kebaran pada villa itu dan mewaskan berpuluh orang lalu villa itu di
renovasi karena sayang tidak digunakan akhirnya disewakan untuk para
pengunjung. Keluarga kami berdua pun menjadi percaya sekali dengan apa yang aku
alami dengan Fares, dan kami menuju villa itu untuk berkemas dengan ditemani
dua orang ustad dan pemilik villa itu. Kami
pun pulang dan aku semobil dengan Fares. Di sisi lain aku sangat senang karena
Fares udah baik sama aku. Dan akhirnya kami berlibur bareng bersama lagi.
Sungguh liburan yang tak terlupakan dengan Fares di sebuah villa berhantu.
(written by Anindya) :)