Kamis, 09 Juni 2016

NARASI PEMBUATAN FILM KLA CHEONGGYECHEON STREAM KOREA SELATAN

SCRIPT CHEONGGYECHEON STREAM
Korea selatan, Korea selatan merupakan sebuah negara di Asia Timur yang meliputi bagian selatan semenanjung korea. Korea Selatan secara resmi dimulai ketika pembentukan negara Korea Selatan pada 15 Agustus 1948, meskipun Syngman Rhee (presiden pertama korea selatan) telah mendeklarasikan pembentukannya di Seoul pada 13 Agustus. Luas negara ini adalah 99.275 km2 dengan kota Seoul sebagai ibukotanya. Sejarah arsitektur di Korea terbagi menjadi sembilan masa, dari setiap masa memiliki perbedaan mulai dari bentuk bangunan, fungsi bangunan sampai penggunaan material bangunannnya. Berbicara tentang iklim, korea selatan memiliki 4 musim yaitu diantaranya musim semi pada bulan maret-mei, musim panas pada bulan juni-agustus, musim gugur pada bulan september-november dan musim dingin pada bulan desember-februari.

Beberapa tahun belakangan ini, korea selatan menjadi salah satu destinasi yang banyak diminati oleh para turis asing, hal tersebut dikarenakan korea selatan  memiliki eksistensi dalam bidang musik dan fashion, tak hanya itu alasan lainnya karena pariwisata yang menarik untuk dikunjunngi. Sekilas berbicara tentang pariwisata di korea selatan, disana terdapat destinasi yang menarik yaitu Cheonggyecheon stream. Menarik dalam segi arsitektural dan menarik dalam segi sejarah nya. Mungkin banyak yang belum mengetahui, APA SIH CHEONGGYECHEON STREAM ITUU???....

Cheonggyecheon atau cheonggye stream merupakan aliran sungai sepanjang 8.4 km yang mengalir dari barat ke timur melalui pusat kota seoul. Cheonggyecheon stream merupakan sungai buatan sebagai bagian yang penting dalam sejarah kota Seoul. Aliran Cheonggyecheon  berawal dari wilayah lereng gunung Inwangsan dan Bugaksan bagian selatan dan dari bagian utara  Gunung Namsan menuju ke arah timur melintasi Seoul dan bermuara di Sungai Hangang. Di masa lalu, Cheonggyecheon mempunyai arti penting bagi Seoul dalam aspek geografi, politik, sosial dan budaya. Pada masa dinasti Joseon, wilayah sebelah utara stream ini merupakan wilayah tempat tinggal bagi kaum bangsawan dan kantor pemerintahan dan wilayah sebelah selatan diperuntukkan bagi rakyat biasa dan para cendekiawan dengan status ekonomi kelas bawah. Kawasan di pinggiran Cheonggyecheon dijadikan tempat tinggal bagi rakyat biasa. Mereka membangun tempat tinggal di pinggiran sepanjang Cheonggyecheon hingga kelamaan menjadi permukiman dengan kepadatan tinggi. Aktifitas mandi, mencuci dan membuang sampah di Cheonggyecheon stream merupakan bagian dari kehidupan penduduk yang tinggal di sepanjang aliran ini. Selain itu terdapat beberapa jembatan yang dibangun melintasi Cheonggyecheon dan para pedagang biasanya beraktifitas di seputar jembatan-jembatan tersebut.

Di masa itu, fungsi utama Cheonggyecheon  sebagai tempat pembuangan sampah dan kotoran yang akan dibawa mengalir menuju sungai Hangang. Permukiman yang padat dan kumuh ditambah di Cheonggyecheon yang kotor, memerlukan penanganan terhadap kemungkinan adanya banjir. Hal biasa yang dilakukan adalah melakukan pengerukan sedimen dasar Cheonggyecheon  dan ini dilakukan dalam masa cukup lama walau disadari bahwa penanganan seperti ini tidaklah cukup untuk menangani permasalahan yang ada. Sepanjang itu pula Cheonggyecheon tampil sebagai bagian kota yang kotor, kumuh dengan kualitas lingkungan yang sangat buruk.

Hingga pada tahun 1978, pemerintah setempat membuat kebijakan yang dipandang sebagai solusi terbaik untuk permasalahan Cheonggyecheon adalah “filling” yaitu membangun jembatan layang (Cheonggye Overpass) di atas Cheonggyecheon sehingga tidak tampak dari pandangan. Selain itu kebijakan ini dipandang tepat untuk mengatasi peningkatan arus lalu lintas dan juga sebagai simbol modernisasi Korea. Selama 25 tahun, Cheonggyecheon seolah menghilang dari bagian kehidupan Seoul, tertutup oleh dua lapis jalan kokoh yang dibangun diatasnya, namun kenyataannya air masih tetap mengalir sepanjang Cheonggyecheon  menuju Sungai Hangang walau tidak terlihat
Tahun 2003, dibawah naungan walikota Seoul Lee Myung-Bak. pemerintah setempat memulai Cheonggyecheon Restoration Project, suatu proyek yang bertujuan mengembalikan Cheonggyecheon sebagai bagian dari sejarah kehidupan dan budaya Seoul dengan melibatkan semua stakeholder dan masyarakat yang berhubungan langsung dengan lokasi tersebut seperti masyarakat yang tinggal dan mencari nafkah di pinggiran sungai. Proyek ini juga bertujuan untuk mewujudkan Seoul sebagai kota ramah lingkungan dengan menselaraskan alam dan manusia, menciptakan keseimbangan pembangunan di wilayah utara dan selatan Hangang River dan pada akhirnya akan meningkatkan kualitas budaya dan ekonomi kehidupan masyarakat Seoul. Cheonggye overpass yang menutupi Cheonggyecheon stream dirubuhkan dan sepanjang aliran dibersihkan ditata dengan design yang menarik. Penyelesaian proyek ini memerlukan waktu dua tahun tiga bulan dimulai bulan Juli 2003 sampai bulan Oktober 2005. Proyek ini ditangani oleh SeoAhn Total Landscape, dengan total budget 380 million USD.

Dari sisi arsitektur, Cheonggyecheon stream menggunakan system recycled wastewater, dengan keberadaan sungai ini di tengah kota, sungai ini dapat mereduksi panas dan polusi udara. Selain itu penataan landscape di sungai ini sangat direncanakan. Karena air sungai yang bersih, maka meningkatkan jumlah keanekaragaman hayati. Selain itu banyaknya elemen-elemen arsitektur landscape yang digunakan serta hijaunya pinggiran sungai dengan dihadirkannya vegetasi-vegetasi yang mendukung membuat suasana menjadi lebih sejuk. Stepping blok pada sungai digunakan untuk mengurangi derasnya aliran sungai. Dibangunnya 22 jembatan dengan tema berbeda diatas aliran Cheonggye stream yang berdasarkan kepercayaan orang korea bahwa berjalan melintasi 12 jembatan pada saat bulan purnama pertama akan menjauhkan seseorang dari penyakit dan kesialan sepanjang tahun. Kebiasaan masyarakat ini berdasarkan sebuah kisah cinta Yi An-nul, yang merupakan seorang penyair pada masa pemerintahan Raja Seonj. Dinding-dinding sungai yang dibuat sebagai media untuk seni lukis. Pada lantai pedestrian sungai menggunakan bebatuan seperti andesit, con-block sampai beton. Selain itu juga disediakannya tempat duduk di pinggiran sungai mengundang siapa saja untuk singgah dan menikmati suasana sungai. Terdapatnya spot untuk melempar koin ke dalam sungai dengan mitos harapannya akan terkabul. Uniknya lagi, disini disediakannya bebatuan yang menyerupai tempat untuk mencuci baju, hal ini dimaksudkan untuk mengajak pengunjung untuk mengetahui dan mengingat sejarah sungai yang digunakan untuk kebutuhan masyarakat. Serta penambahan ruang pendukung seperti museum-museum dan galeri fotografi.

Pada bagian atas sungai Cheonggyecheon terdapat bangunan-bangunan tinggi dan pusat perbelanjaan, keadaan ini sangat berbeda dengan 624 tahun yang lalu. Pada bagian pedestrian diatas sungai sangat tertata dan nyaman digunakan dengan fasilitas yang memadai seperti disediakannya zebra cross, peta informasi, dan penataan vegetasinya. Yang memuat lingkungan sungai ini bersih karena disediakannya tempat sampah yang mencukupi. Disediakannya tempat parkir sehingga tidak mengakibatkan kemacetan. Dan disediakan pula tempat untuk berniaga.

Sepanjang Cheonggyecheon stream terdapat 14 titik yang menarik. Pertama, Cheonggye Plaza sebagai starting point Cheonggyecheon stream. Kemudian diikuti Gwangtonggyo Bridge, Banchado-Painting of King Jeongjo’s Royal Procession, Supyogyo Site, Ongnyucheon Pond, Fashion Plaza, Ogansumun Site (Floodgate), Cheonggyecheon Historical Laundry Site, Rhythm Wall Fountain, Wall of Hope, Tunnel Fountain, Jonchigyogak (remaining of the old Cheonggye overpass), Cheonggyecheon Museum dan terakhir Willow Swamp. Selain itu, di Cheonggyecheon stream juga sering diadakan festival-festival pada bulan-bulan tertentu seperti Wishing Lantern, Lantern Making Contest, Flying Lantern, dan New Year Wishing Paper.

Dengan dilakukannya restorasi pada sungai Cheonggyecheon membuat sungai ini menjadi hidup kembali dan menjadi generator bagi kota Seoul, selain itu dapat meningkatkan ekonomi negara dalam bidang pariwisata serta menyediakan ruang yang nyaman bagi pengunjung dan penduduk Korea selatan.


Demikian sekilas tentang restorasi pada Cheonggyecheon stream, bagaimana arsitektur dapat bekerja dan mempengaruhi suatu Negara dan orang-orang didalamnya. 

Cheonggye Plaza
Patung keong di Cheonggye Plaza


Mojeonggyo Bridge

Gwanggyo Bridge
Jembatan layang diatas Cheonggyecheon Stream

Stepping block, juga berfungsi untuk menurunkan laju alir air


Wall of Hope

Sumber:

Minggu, 31 Januari 2016

Permasalahan yang Dihadapi di Dunia Konstruksi

Kaitan Biaya, Mutu dan Waktu dalam dunia konstruksi

Dalam tugas Hukum Pranata dan Pembangunan kali ini, saya ditugaskan oleh dosen untuk mempelajari dan mengetahui bagaimana pengaruh biaya, mutu dan waktu serta koordinasi manajemen dalam suatu proyek konstruksi. Sebelumnya saya akan menjelaskan apa itu Prooyek konstruksi. Proyek konstruksi adalah suatu upaya untuk mencapai suatu hasil dalam bentuk infrastruktur. Proyek konstruksi memiliki karakterisitik unik yang tidak berulang. sehingga proses yang terjadi pada suatu proyek tidak akan berulang pada proyek lainnya (Ervianto. 2004).

Lanjut menurut Utomo setiap proyek proyek memiliki tujuan khusus. Dimana didalamnya terdapat batasan yang sangat mendasar. yaitu besar biaya (anggaran) yang dialokasikan. waktu dan mutu yang harus dipenuhi. Ketiganya batasan tersebut dikenal dengan tiga pembatas (triple constraint).



Agar proyek dapat berjalan dengan lancar dan mencapai target yang diinginkan.               Proyek harus tidak melebihi ketiga batasan tersebut. Dan memastikan proyek tetap berjalan di dalam ketiga batasan tersebut. Diperlukanlah suatu sistem manajemen proyek. Manajemen untuk constraint mutu. anggaran dan waktu dilakukan dengan jalan pengawasan (controlling). Constraint anggaran dan waktu. merupakan constraint yang saling terkait satu sama lain. Pengendalian jadwal proyek akan sangat berpengaruh terhadap fluktuasi biaya teknis proyek, begitu pada sebaliknya. Sehingga untuk mengendalikan keduanya perlu dilakukan usaha manajemen waktu-biaya yang dapat meningkatkan kualitas perencanaan waktu dan jadwal untuk menghadapi jumlah kegiatan dan kornpleksitas yang cenderung bertambah. Hal itu dapat dilakukan dengan bantuan Metode Bagan Balok (bar chart) dan Analisis Jaringan Kerja (network analysis) yang berupa penyajian perencanaan dan pengendalian. khususnya jadwal kegiatan secara sistematis dan analitis.


Permasalahan yang Berkaitan dengan Biaya, Waktu, dan Kualitas dalam Konstruksi

Pada kondisi optimal faktor-faktor biaya, waktu, dan kualitas membentuk tata hubungan yang saling bergantung serta berpengaruh amat kuat dengan kepekaan tinggi. Jika salah satu darinya berubah atau digeser sedikit saja akan Iangsung berdampak pada faktor lainnya. Dan pada umumnya merupakan hal yang sulit bahkan mustahil untuk dapat mencegah pengaruhnya. Hubungan ketergantungan yang amat peka antar tiga faktor tersebut juga merupakan perbedaan mencolok bila dibandingkan dengan proses produksi pada industri pabrik manufaktur. Pada industri pabrik walaupun pada waktu peninjauan kelayakan di awal proyek telah dilakukan perhitungan mengenai biaya produksinya. akan tetapi harga jual produk masih tetap saja dapat ditetapkan pada akhir proses dengan peluang cukup luas untuk memperhitungkan kondisi dan hukum pasar pada saat itu. Jikalau tidak dapat meraih margin pasar secukupnya. Produsen masih berkesempatan cukup longgar untuk menyesuaikan operasinya baik dalam hal proses produksi maupun penetapan harga jual dikaitkan dengan strategi pemasaran. Disamping itu. titik impas biaya produksi pada industri pabrik biasanya ditetapkan dengan kondisi yang tidak harus terlalu ketat tergantung pada waktu. Apabila dalam proses produksi mengalami kegagalan untuk mencapai kualitas tertentu. sebelum diputuskan untuk mengapkir hasil produksi pada umumnya masih tersedia jalan keluar untuk menyelamatkan industri. Jalan keluar dapat berupa upaya mendaur ulang material atau melepaskan hasil produksi apa adanya ke pasar dengan mengelompokkannya menjadi kualitas lebih rendah. Sudah tentu dengan tetap memperhitungkan situasi dan permintaan pasarnya. Upaya-upaya penyelamatan dengan cara demikian tidaklah tergantung secara ketat pada faktor-faktor biaya dan waktu. Bukankah merupakan hal yang lazim dan sering dijumpai beredarnya berbagai kelas mutu dan suatu hasil industri di pasar meskipun dan satu merek yang sama? Produk jadi material keramik misalnya di pasar dapat ditemui berbagai kelas kualitas, sejak kelas I sampai 3. 

Sedangkan pada industri konstruksi. sebagaimana Iayaknya pelayanan jasa. Ketentuan mengenal biaya, kualitas, dan waktu penyelesaian konstruksi sudah diikat di dalam kontrak dan ditetapkan sebelum pelaksanaan konstruksi dimulai. Apabila muncul hal-hal yang tidak diperhitungkan selama proses produksi. tidalah mudah untuk mengubah ketentuan-ketentuan yang sudah merupakan bentuk kesepakatan tersebut. Apabila di dalam proses konstruksi terjadi penyimpangan kualitas hasil pekerjaan. baik hal tersebut merupakan akihat perbuatan yang disengaja maupun tidak. resiko yang harus ditanggung tidaklah kecil. Cara memperbaiki yang disengaja maupun tidak. resiko yang harus ditangung tidaklah kecil. Cara memperbaiki bagian dan bangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi haruslah dibongkar kemudian di konstruksi ulang di tempat yang sama sesuai seperti apa yang dikehendaki di dalam perencanaan. Upaya untuk menukar dengan bangunan di tempat lain yang nilainya setara atau bahkan Iebih mahal sekalipun tidak dapat diterima. Sedang di lain pihak. upaya untuk memperbaiki penyimpangan bagaimanapun tak akan dapat mengubah kesepakatan pembiayaan dan jangka waktu pelaksanaan konstruksi. Bahkan segala macam bentuk penyimpangan terhadap kesepakatan tentang kualitas dan waktu penyelesaian pekerjaan biasanya mengandung resiko sanksi denda. yang pada ujungnya berdampak pada pudarnya reputasi para pelaksana seluruhnya. Dengan demikian jelas kiranya bahwa faktor-faktor biaya, waktu, dan kualitas dalam proses konstruksi merupakan ketentuan kesepakatan mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dan ketiganya saling tergantung dan berpengaruh secara ketat.
Dalam penyelenggaraan konstruksi. faktor biaya merupakan bahan pertimbangan utama karena biasanya menyangkut jumlah investasi besar yang harus ditanamkan Pemberi Tugas yang rentan terhadap resiko kegagalan. Fluktuasi pembiayaan suatu konstruksi bangunan juga tidak terlepas dan pengaruh situasi ekonomi umum yang mungkin dapat berupa kenaikan harga material. peralatan dan upah tenaga kerja karena inflasi, kenaikan biaya sebagai akibat dan pengembangan bunga bank, kesempitan modal kerja, atau penundaan waktu pelaksanaan kegiatan karena sesuatu keterlambatan. Disamping itu, masih ada pengaruh yang datang dan masalah produktivitas. kemudian ketersediaan sarana dan prasarana awal di lokasi proyek atau kejadian khusus seperti sengketa hukum dan sebagainya. Sedangkan masalah-masalah yang berpengaruh terhadap waktu pelaksanaan konstruksi Iebih banyak disebabkan oleh


mekanisme penyelenggaraan, seperti keterlambatan pengadaan peralalan dan material. Keterlambatan perencanaan. perubahan-perubahan pekerjaan selama berlangsungnya konstruksi, kelayakan jadwal konstruksi, masalah-masalah produktivitas, peraturan-peraturan dari pemerinah mengenai keamanan perencanaan dan metode konstruksi dampak lingkungan, kebijakan di bidang ketenagakerjaan dan sebagainya. Kemudian masalah-masalah yang mempengaruhi kuaIitas hasil pekerjaan Iebih banyak berawal dan didominasi oleh kualitas sumber daya manusia yang berkaitan dengan kemampuan dan ketrampilan teknis. Seperti misalnya dalam penyusunan kriteria perencanaan dan spesifikasi, pengelolaan segi finansial sebagai penunjang, tata cara penyediaan material dan peralatan, pengerahan tenaga terampil, dan kelemahan di bidang pemeriksaan dan pengawasan selama konstruksi berlangsung. Selanjutnya masih terdapat masalah-masalah tambahan yang cukup penting yang berpengaruh secara sekaligus terhadap ketiga-tiga faktor, yaitu upaya analisis rekayasa nilai, pembiayaan tak terduga yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, dan program-program pelatihan bagi pekerja. Ringkasan uraian hal-hal yang tersebut di atas diberikan dalam bentuk bagan pada Gambar 5.3.


Permasalahan yang Berkaitan dengan Koordinasi dan Pengaturan Manajemen

Manajemen proyek dapat didefinisikan sebagai suatu proses dari perencanaan, pengaturan, kepemimpinan, dan pengendalian dari suatu proyek oleh para anggotanya dengan memanfaatkan sumber daya seoptimal mungkin untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Fungsi dasar manajemen proyek terdiri dari pengelolaan-pengelolaan lingkup kerja, waktu, biaya, dan mutu. Pengelolaan aspek-aspek tersebut dengan benar merupakan kunci keberhasilan dalam penyelenggaraan suatu proyek. Dengan adanya manajemen proyek maka akan terlihat batasan mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari pihak-pihak yang terlibat dalam proyek baik langsung maupun tidak langsung, sehingga tidak akan terjadi adanya tugas dan tangung jawab yang dilakukan secara bersamaan (overlapping). Apabila fungsi-fungsi manajemen proyek dapat direalisasikan dengan jelas dan terstruktur, maka tujuan akhir dari sebuah proyek akan mudah terwujud, yaitu: Tepat Waktu Tepat Kuantitas Tepat Kualitas Tepat Biaya sesuai dengan biaya rencana Tidak adanya gejolak sosial dengan masyarakat sekitar Tercapainya K3 dengan baik Pelaksanaan proyek memerlukan koordinasi dan kerjasama antar organisasi secara solid dan terstruktur. Dan hal inilah yang menjadi kunci pokok agar tujuan akhir proyek dapat selesai sesuai dengan schedule yang telah direncanakan. Pada Proyek ‘tempat penulis kerja praktek’, terdiri dari beberapa unsur organisasi yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Adapun pihak-pihak tersebut antara lain: Pemilik proyek (owner)/investor yang juga merupakan konsultan manajemen konstruksi Konsultan perencana arsitektur, landscape, dan quantity surveyor Kontraktor pelaksana utama yang membawahi:
1)        Konsultan perencana struktur dan mekanikal & elektrikal
2)        Sub kontraktor spesialis Kontraktor pondasi Dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
ke- 4 pihak tersebut harus mempunyai hubungan kerja yang jelas, dan dapat bersifat ikatan kontrak, perintah, maupun garis koordinasi.



Contoh Proyek Konstruksi yang Terhenti
                   Proyek Hambalang Berhenti

Dalam bidang konstruksi memang tak lepas dari faktor-faktor penghambat jalannya suatu proyek, diantaranya: Bahan-bahan material bangunan, tenaga kerja, peralatan pendukung proyek, dan biaya/dana keuangan.

Disini saya mengambil contoh proyek Hambalang yang terhenti yang mana merupakan Kawasan proyek Pusat Pendidikan, Pengembangan, dan Sekolah Olah Raga Nasional berlokasi di Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Adapun sebab-sebab terhentinya proyek Hambalang ini yang saya dapatkan dari beberapa sumber berita diantaranya karena adanya masalah biaya/dana keuangan akibat kasus korupsi. Berdasarkan berita Warta Kota (30 Mei 2012) memberikan informasi bahwa “pihak Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) selaku pihak pengorder proyek kepada KSO, belum membayarkan sisa kontrak untuk tahun 2012 sebesar kurang lebih Rp 500 miliar.”, karena itu bangunan Hambalang yang sudah 49 persen terbangun akhirnya di runtuhkan.

Dalam menjalankan sebuah proyek tak jauh dari kata “biaya”, tak ada biaya maka proyek pun tersendat. Karena kurang dan tak adanya biaya maka bahan material pun tak dapat dipenuhi, hal ini yang menyebabkan tersendatnya suatu proyek dan lambatnya jalan suatu proyek. Karena tidak adanya bahan material, maka para tenaga kerja pun tak mempunyai kerjaan. Hal ini lah yang sebenarnya merugikan si pemilik proyek karena pekerjaan menjadi lambat dan pembayaran kontrak pekerja semakin meningkat juga. Oleh karena itu, proyek ini dihentikan.

Bukan hanya bahan material bangunan dan tenaga kerja yang terkena imbas dari tidak adanya biaya. Tetapi, pada peralatan juga terkena imbasnya, bagaimana peralatan dapat dipenuhi jika biaya penyewaannya saja tidak dapat dipenuhi.

Sekarang proyek Hambalang sudah dihentikan dan diruntuhkan karena kondisi lingkungan bangunan yang sudah tidak mendukung dan bangunan yang sudah bertahun-tahun ditinggalkan, selain itu karena bangunan yang sudah terlalu lama terkena hujan, badai, longsor, dan pergeseran tanah yang membuat bangunan tersebut tidak kokoh lagi dan menjadi ambles.